Istilah Ekonomi Rakyat sebenarnya bukan merupakan gagasan baru, walaupun istilah ekonomi rakyat ini tidak pernah disebut dengan jelas dalam berbagai literatur ilmu ekonomi barat. Gagasan ekonomi rakyat merupakan suatu rumusan interpretasi dari cita-cita pembangunan untuk mencapai tingkat kemakmuran yang setinggi-tingginya dan seadil-adilnya bagi rakyat.
Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 dan penjelasannya secara tegas mengamanatkan bahwa azas dari sendi dasar perekonomian nasional harus dibangun sebagai usaha bersama atas azas kekeluargaan. Hal ini berarti pula bahwa perekonomian nasional harus dibangun berdasarkan demokrasi ekonomi, di mana kegiatan ekonomi pada intinya dilaksanakan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dengan demikian pengertian ekonomi rakyat dapat pula dirumuskan sebagai ekonomi partisipatif yang mampu menberikan akses secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat dalam mempeoleh input, melakukan proses produksi, distribusi, dan manfaatkan konsumsi nasional.
Ada pula pendapat bahwa ekonomi kerakyatan adalah gagasan tentang cara sifat dan tujuan pembangunan dengan sasaran utama perbaikan nasib rakyat banyak. Dengan demikian ekonomi kerakyatan melakukan perubahan penting ke arah kemajuan khususnya ke arah pendobrakan ikatan serta permasalahan yang membelenggu sebagian besar rakyat dalam keadaan serba kekurangan dan keterbelakangan.
Untuk itu sangat diperlukan perubahan politik atau reformasi pembangunan yang menjamin kebebasan dan terbukanya kesempatan untuk melaksanakan kegiatan ekonomi bagi masyarakat banyak di berbagai sektor usaha.
Jargon ekonomi kerakyatan cenderung sebagai isu politis, terutama untuk meraih simpati publik, daripada sebagai cita-cita sejati yang ingin diwujudkan bangsa ini. Isu ekonomi rakyat akan menjadi jualan politik menjelang hajat politik seperti pilpres.
Sesungguhnya konsep ekonomi kerakyatan sudah menjadi bagian dari amanat konstitusi. Hal itu sudah jelas tertera dalam Tap MPR Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi dan Tap MPR No. IV/MPR 1999 tentang GBHN serta UU No. 25/2000 tentang Propenas.
Dalam Tap MPR No. IV/1999 disebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional terutama pengusaha kecil, menengah, dan koperasi dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan, berbasis pada sumber daya alam, dan sumber daya manusia yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan lingkungan, dan berkelanjutan.
Sementara dalam arah kebijakan disebutkan bahwa mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada makanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan sehat dan memperhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai-nilai keadilan, kepentingan sosial, kualitas hidup, pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, sehingga terjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja, perlindungan hak-hak konsumen, serta pemberlakuan yang adil bagi seluruh masyarakat.
Meskipun masalah ekonomi rakyat atau ekonomi kerakyatan sudah bukan hal baru dalam perekonomian kita, namun isu ekonomi kerakyatan lebih hanya sekadar jargon atapun kebijakan yang bersifat karitatif.
Pemberdayaan ekonomi rakyat antisipasi krisis
Visi dan misi pemberdayaan ekonomi rakyat adalah pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional yang menempatkan dan memberikan prioritas pembinaan pada pengusaha kecil, menengah, dan koperasi agar mampu berperan sebagai pilar ekonomi nasional tanpa mengabaikan peranan BUMN dan usaha besar lainnya.
Di samping prinsip-prinsip pemberdayaan ekonomi rakyat tersebut yang penting juga dipedomani adalah arah kebijaksanaan pengembangan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan, dengan prinsip persaingan sehat dan memperhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai-nilai keadilan, kepentingan sosial, kualitas hidup dan pembangunan yang berwawasan lingkungan serta berkelanjutan.
Pemberdayaan usaha ekonomi rakyat dengan demikian menjadi suatu keharusan, karena hal itu mencakup sekelompok warga negara Indonesia yang selama ini belum diuntungkan dalam proses pembangunan, tetapi juga bagaimana mewujudkan kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat, bukan orang perorang.
Selain itu, pengembangan ekonomi rakyat memiliki peran penting, setidaknya hal itu didasarkan pada beberapa alasan di antaranya adalah:
Pertama, usaha ekonomi rakyat tidak banyak terpengaruh oleh gejolak (krisis) ekonomi, karena mereka tidak banyak tergantung pada komponen impor, tidak tergantung utang luar negeeri, tidak banyak tergantung sektor moneter, serta memiliki muatan lokal yang tinggi.
Kedua, kemampuan usaha ekonomi rakyat memiliki kemampuan dalam menyerap tenaga kerja. Dalam ukuran yang relatif, usaha mikro mampu menyerap banyak tenaga kerja meskipun secara absolut usaha skala besar mampu lebih banyak. Dalam realitas empiris, usaha mikro mampu menyerap sekitar 90 persen pasar tenaga kerja.
Ketiga, usaha ekonomi rakyat cukup efisien terutama dalam melakukan kegiatan-kegiatan usaha seperti subcontracting. Di negara-negara maju seperti Jepang, AS dan Eropa, usaha-usaha itu bisa maju dan berkembang dengan pesat berkat usaha cubcontracting.
Ekonomi rakyat terutama yang bersifat mikro harus terus-menerus dikembangkan agar menjadi kekuatan ekonomi yang berkembang dengan cepat. Untuk mendukung usaha mikro tidak hanya diperlukan dukungan politis berupa kebijakan pemerintah yang tepat.
Dalam upaya memperkuat usaha ekonomi rakyat, setidaknya diperlukan pola-pola atau terobosan yang tepat, terarah, dan sesuai. Terutama menyangkut restrukturisasi aspek keuangan, restrukturisasi investasi strategis, restrukturisasi organisasi, dan manajemen serta restrukturisasi prinsip-prinsip pengelolaan usaha.
Selain itu, dalam pengembangan usaha ekonomi rakyat, harus diupayakan terciptanya keserasian antara pelaku usaha, baik usaha besar, menengah maupun usaha mikro (kecil dan koperasi).
Dalam pengembangan usaha ekonomi rakyat, setidaknya diutamakan yang bersifat padat karya (labour intensive), berorientasi ekspor, usaha terkait dengan kebutuhan pokok, sebagai produk unggulan daerah dan memiliki unsur peningkatan kemampuan pendapatan dan teknologi/mekanisasi/efisiensi bagi UKMK.
Tidak kalah pentingnya adalah reformasi kultural, yang mencakup reorientasi persepsi dan perilaku dalam berusaha, yakni dari pola protektif ke pola pasar, dari sistem ketergantungan menjadi kemandirian, dari manajemen tradisional menjadi modern dan dari gaya patronase menjadi entrepreunership.
Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 dan penjelasannya secara tegas mengamanatkan bahwa azas dari sendi dasar perekonomian nasional harus dibangun sebagai usaha bersama atas azas kekeluargaan. Hal ini berarti pula bahwa perekonomian nasional harus dibangun berdasarkan demokrasi ekonomi, di mana kegiatan ekonomi pada intinya dilaksanakan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dengan demikian pengertian ekonomi rakyat dapat pula dirumuskan sebagai ekonomi partisipatif yang mampu menberikan akses secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat dalam mempeoleh input, melakukan proses produksi, distribusi, dan manfaatkan konsumsi nasional.
Ada pula pendapat bahwa ekonomi kerakyatan adalah gagasan tentang cara sifat dan tujuan pembangunan dengan sasaran utama perbaikan nasib rakyat banyak. Dengan demikian ekonomi kerakyatan melakukan perubahan penting ke arah kemajuan khususnya ke arah pendobrakan ikatan serta permasalahan yang membelenggu sebagian besar rakyat dalam keadaan serba kekurangan dan keterbelakangan.
Untuk itu sangat diperlukan perubahan politik atau reformasi pembangunan yang menjamin kebebasan dan terbukanya kesempatan untuk melaksanakan kegiatan ekonomi bagi masyarakat banyak di berbagai sektor usaha.
Jargon ekonomi kerakyatan cenderung sebagai isu politis, terutama untuk meraih simpati publik, daripada sebagai cita-cita sejati yang ingin diwujudkan bangsa ini. Isu ekonomi rakyat akan menjadi jualan politik menjelang hajat politik seperti pilpres.
Sesungguhnya konsep ekonomi kerakyatan sudah menjadi bagian dari amanat konstitusi. Hal itu sudah jelas tertera dalam Tap MPR Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi dan Tap MPR No. IV/MPR 1999 tentang GBHN serta UU No. 25/2000 tentang Propenas.
Dalam Tap MPR No. IV/1999 disebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional terutama pengusaha kecil, menengah, dan koperasi dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan, berbasis pada sumber daya alam, dan sumber daya manusia yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan lingkungan, dan berkelanjutan.
Sementara dalam arah kebijakan disebutkan bahwa mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada makanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan sehat dan memperhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai-nilai keadilan, kepentingan sosial, kualitas hidup, pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, sehingga terjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja, perlindungan hak-hak konsumen, serta pemberlakuan yang adil bagi seluruh masyarakat.
Meskipun masalah ekonomi rakyat atau ekonomi kerakyatan sudah bukan hal baru dalam perekonomian kita, namun isu ekonomi kerakyatan lebih hanya sekadar jargon atapun kebijakan yang bersifat karitatif.
Pemberdayaan ekonomi rakyat antisipasi krisis
Visi dan misi pemberdayaan ekonomi rakyat adalah pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional yang menempatkan dan memberikan prioritas pembinaan pada pengusaha kecil, menengah, dan koperasi agar mampu berperan sebagai pilar ekonomi nasional tanpa mengabaikan peranan BUMN dan usaha besar lainnya.
Di samping prinsip-prinsip pemberdayaan ekonomi rakyat tersebut yang penting juga dipedomani adalah arah kebijaksanaan pengembangan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan, dengan prinsip persaingan sehat dan memperhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai-nilai keadilan, kepentingan sosial, kualitas hidup dan pembangunan yang berwawasan lingkungan serta berkelanjutan.
Pemberdayaan usaha ekonomi rakyat dengan demikian menjadi suatu keharusan, karena hal itu mencakup sekelompok warga negara Indonesia yang selama ini belum diuntungkan dalam proses pembangunan, tetapi juga bagaimana mewujudkan kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat, bukan orang perorang.
Selain itu, pengembangan ekonomi rakyat memiliki peran penting, setidaknya hal itu didasarkan pada beberapa alasan di antaranya adalah:
Pertama, usaha ekonomi rakyat tidak banyak terpengaruh oleh gejolak (krisis) ekonomi, karena mereka tidak banyak tergantung pada komponen impor, tidak tergantung utang luar negeeri, tidak banyak tergantung sektor moneter, serta memiliki muatan lokal yang tinggi.
Kedua, kemampuan usaha ekonomi rakyat memiliki kemampuan dalam menyerap tenaga kerja. Dalam ukuran yang relatif, usaha mikro mampu menyerap banyak tenaga kerja meskipun secara absolut usaha skala besar mampu lebih banyak. Dalam realitas empiris, usaha mikro mampu menyerap sekitar 90 persen pasar tenaga kerja.
Ketiga, usaha ekonomi rakyat cukup efisien terutama dalam melakukan kegiatan-kegiatan usaha seperti subcontracting. Di negara-negara maju seperti Jepang, AS dan Eropa, usaha-usaha itu bisa maju dan berkembang dengan pesat berkat usaha cubcontracting.
Ekonomi rakyat terutama yang bersifat mikro harus terus-menerus dikembangkan agar menjadi kekuatan ekonomi yang berkembang dengan cepat. Untuk mendukung usaha mikro tidak hanya diperlukan dukungan politis berupa kebijakan pemerintah yang tepat.
Dalam upaya memperkuat usaha ekonomi rakyat, setidaknya diperlukan pola-pola atau terobosan yang tepat, terarah, dan sesuai. Terutama menyangkut restrukturisasi aspek keuangan, restrukturisasi investasi strategis, restrukturisasi organisasi, dan manajemen serta restrukturisasi prinsip-prinsip pengelolaan usaha.
Selain itu, dalam pengembangan usaha ekonomi rakyat, harus diupayakan terciptanya keserasian antara pelaku usaha, baik usaha besar, menengah maupun usaha mikro (kecil dan koperasi).
Dalam pengembangan usaha ekonomi rakyat, setidaknya diutamakan yang bersifat padat karya (labour intensive), berorientasi ekspor, usaha terkait dengan kebutuhan pokok, sebagai produk unggulan daerah dan memiliki unsur peningkatan kemampuan pendapatan dan teknologi/mekanisasi/efisiensi bagi UKMK.
Tidak kalah pentingnya adalah reformasi kultural, yang mencakup reorientasi persepsi dan perilaku dalam berusaha, yakni dari pola protektif ke pola pasar, dari sistem ketergantungan menjadi kemandirian, dari manajemen tradisional menjadi modern dan dari gaya patronase menjadi entrepreunership.
http://www.beritasatu.com/blog/ekonomi/2056-antisipasi-krisis-melalui-pemberdayaan-ekonomi-rakyat.html
###
Proses pembangunan perekonomian dengan menggunakan sektor ekonomi mikro atau dalam hal ini kerakyatan merupakan hal yang menjadi pilihan apabila kondisi perekonomian dalam keadaan kacau. Banyak keuntungan dari sistem kerakyatan. Sukar terguncang dengan adanya krisis global. Hal ini dikarenakan sistem ini tidak tergantung terhadap kondisi global. Mereka beroprasi dalam lingkungan mikro atau dalam negeri.
Apabila didukung oleh unsur pemerintah, pengusaha besar, dan unsur lainnya maka sistem ini akan tumbuh pesat dan menjadi kekuatan yang besar ditengah guncangan ekonomi. Selain itu dalam perekonomian kerakyatan banyak yang menggunakan usaha padat karya (Labour Intensive) maka akan banyak menyerap banyak tenaga kerja. Walaupun secara real usaha skala besar lebih banyak menyerap tenaga kerja.
Apabila kondisi perekonomian dalam negeri kuat maka akan menjadi tiang untuk proses perdanganan bebas atau pasar internasional. Kesiapan rakyatlah yang akan menetukan keberhasilan perekonoian suatu negara. Karena yang beroprasi mulai dari skala kecil dan tanpa pengaruh global. Jika usaha sudah berkembang, tidak menutu kemungkinan produk ari usaha ini akan menjadi komoditi ekspor yang menjanjikan dan tentunya akan menjadi setoran devisa bagi negara.