TUGAS TEORI EKONOMI 1
PROYEKSI EKONOMI INDONESIA TAHUN 2014 - 2015
Disusun
Oleh :
· Anyssa
Ryan (21212010)
· Dini
Labibah (22212196)
· Eka
Vidiaztuti (22212420)
· Noor
Mutia (25212366)
·
Trisna Nugraha Pamungkas (27212481)
Fakultas
Ekonomi, Jurusan Akuntansi, Kelas SMAK06-03
UNIVERSITAS GUNADARMA
PROYEKSI EKONOMI INDONESIA TAHUN 2014 DAN 2015
Evaluasi
menyeluruh terhadap kinerja tahun 2000- 2012 dan prospek ekonomi makro pada
tahun 2014 dan 2015 menunjukkan perekonomian Indonesia tumbuh cukup tinggi
dengan inflasi yang tetap terkendali dan rendah. Kinerja tersebut tidak
terlepas dari berbagai kebijakan yang
ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah untuk menjaga stabilitas makro dan momentum
pertumbuhan ekonomi nasional ditengah perlambatan ekonomi dunia. Ke depan, Bank
Indonesia juga akan memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial
serta mempererat koordinasi dengan pemerintah untuk mengelola permintaan
domestik agar sejalan dengan upaya menjaga keseimbangan eksternal, mencapai
sasaran inflasi dan kesinambungan pertumbuhan ekonomi nasional.
Berdasarkan data yang kami
dapatkan dari Badan Pusat Statistik, menunjukkan bahwa Inflasi periode 2000 –
2012 mengalami fluktuasi. Puncak inflasi
terjadi pada tahun 2005. Hal ini terjadi dikarenakan menurut Bank Indonesia, 2005 : kenaikan harga BBM bersubsidi
memberikan sumbangan kenaikan inflasi sebesar 3,74%. Ini disebabkan oleh
besaran kenaikan yang cukup tinggi, dimana cakupan komoditi BBM bersubsidi
meliputi premium, solar dan minyak tanah, serta bobot komponen inflasi.
Secara historis, Bank Indonesia
juga mencatat bahwa second round effect lebih tinggi daripada first round
effect. Pada waktu itu, first round effect untuk tiap kenaikan 10% pada
premium, solar, dan minyak tanah sebesar 0,37%, sedangkan dampak lanjutannya
(second round) untuk tiap kenaikan 10% mencapai 0,41%, sehingga total dampak
untuk tiap 10% kenaikan harga BBM mencapai 0,78%.
Dampak dari sejarah inflasi yang
terjadi di Indonesia yakni kenaikan suku bunga di Pasar Uang sehingga dapat mempengaruhi kenaikan harga produksi
barang maupun jasa. Pada akhirnya, kenaikan inflasi pun tidak dapat terelakkan.
Dalam mengantisipasi potensi
kenaikan suku bunga ditengah inflasi,
perlu diketahui mengapa suku bunga berpeluang naik jika inflasi terus
melonjak. Kenaikan inflasi yang tinggi dapat menggerus daya beli masyarakat
sehingga dengan nilai Rupiah yang sama, kuantitas barang yang diperoleh menjadi
lebih sedikit. Jadi, untuk melindungi daya beli tersebut yang berpotensi hilang
karena inflasi, maka suku bunga di Pasar Uang pun perlu dinaikkan untuk menjaga
suku bunga riil yang mencerminkan daya beli masyarakat.
Secara teori umum, suku bunga
berbanding terbalik dengan imbal hasil investasi di Pasar Modal, baik saham maupun
obligasi. Misalnya, jika tren suku bunga cenderung naik atau bertahan di level
tinggi, umumnya tren indeks Pasar Modal (saham dan obligasi) cenderung
mengalami tekanan atau koreksi. Sebaliknya, jika tren suku bunga cenderung
turun atau bertahan di level rendah, umumnya tren indeks Pasar Modal cenderung
mengalami kenaikan atau apresiasi.
Sebab, Jika terjadi kenaikan suku bunga, maka dari sisi pendanaan
yang berasal dari pinjaman (utang) tentunya akan
terimbas mengingat suku bunga pinjaman pun berpeluang
naik sekaligus membuat biaya pendanaan menjadi relatif
lebih mahal serta rencana ekspansi.
perusahaan berpotensi menjadi kurang maksimal. Selanjutnya, margin laba
perusahaan pun dapat tergerus dan pertumbuhan menjadi lambat karena peningkatan
biaya pendanaan dari utang. Jika itu terjadi terus menerus hingga
mempengaruhi prospek perusahaan tersebut, tidak dapat dipungkiri kondisi
tersebut bakal berdampak negatif terhadap harga sahamnya.
Sementara bila dikaitkan dengan
alternatif investasi, tren suku bunga yang cenderung naik berpotensi
membuat investor mengalihkan sebagian dana investasinya
ke instrumen Pasar Uang, seperti Deposito karena dianggap
bebas dari resiko fluktuasi dari nilai aset. Akibatnya, nilai investasi
di Pasar Modal pun menjadi berkurang dan nilai indeks Pasar
Modal (saham maupun obligasi) menjadi turun. Di samping itu, kenaikan suku
bunga aset bebas resiko yang menjadi komponen dalam penentuan tingkat
pengembalian yang diharapkan (expected return) atau tingkat diskonto dalam
mengevaluasi harga wajar suatu aset investasi Pasar Modal, seperti saham tentu
memberikan dampak negatif karena semakin tinggi tingkat diskonto dari suatu
saham, maka harga wajar suatu saham akan menjadi lebih rendah. Hal tersebut
membuat daya tarik suatu saham menjadi berkurang jika potensi kenaikan harga
pasar saham tersebut menuju harga wajarnya menyusut akibat penurunan nilai
wajar.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa
hubungan inflasi, suku bunga, Jumlah uang beredar dan kurs berpengaruh
terhadap return saham individu di dalam pasar uang. Inflasi yang tinggi akan menyebabkan suku
bunga akan meningkat dan akan mengurangi tingkat investasi. Dalam kondisi
inflasi biasanya pemerintah akan menaikkan suku bunga untuk mengurangi jumlah
uang yang beredar di masyarakat. Namun kenaikan bunga tersebut akan menyebabkan
investor enggan melakukan investasi karena bunga pinjaman yang harus dibayarkan
menjadi lebih tinggi. Pada kondisi ini investor lebih suka menyimpan dana di
bank dan memperoleh pendapatan dari bunga tabungan dan pasar saham menjadi
tidak menarik. Kenaikan tingkat bunga akan mengakibatkan harga saham bereaksi
secara negatif yaitu harga saham menurun dengan demikian return saham
akan turun.
Sedangkan perubahan sebaliknya
atas suku bunga maka akan menaikkan return saham. Jumlah uang
beredar dengan pertumbuhan yang wajar memberikan pengaruh positif terhadap
ekonomi dan pasar ekuitas secara jangka pendek. Pertumbuhan yang drastis akan
memicu inflasi yang tentunya memberikan pengaruh negatif terhadap pasar
ekuitas.
Hubungan antara Nilai tukar mata
uang asing dan pasar saham adalah negatif, melemahnya rupiah memberikan
pengaruh negatif terhadap pasar ekuitas, karena menyebabkan pasar ekuitas
menjadi tidak mempunyai daya tarik.
Proyeksi
tahun 2014-2015
Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia 2005-2012
B. Prospek Pasar Produksi
Pendahuluan
Memasuki pertengahan 2013,
perekonomian Indonesia mengalami kesulitan. Hal ini terlihat dari turunnya
hampir semua indikator ekonomi. Aksi The Fed yang menghentikan kebijakan quantitave easing sebagai stimulus
ekonomi Amerika Serikat dinilai banyak kalangan menjadi penyebab utama turunnya
nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS. Masih dapat diingat tanggal 22 Juni 2013 Pemerintah
melalui Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor: 07.PM/12/MPM/2013
telah menaikkan harga BBM bersubsidi. Kenaikan BBM ini memberikan dampak
yang cukup signifikan pada pembentukan laju inflasi tahun 2013. Hal ini tentu
saja menjadi tantangan tersendiri dalam pengendaliannya agar inflasi tetap
berada pada rentang target yang telah ditetapkan.
Berkaca
pada sejarah, kenaikan harga BBM bersubsidi biasanya memberikan sumbangan
kenaikan inflasi yang cukup besar. Pada tahun 2005 lalu, kenaikan harga BBM
bersubsidi memberikan sumbangan kenaikan inflasi sebesar 3,74 persen (Bank
Indonesia, 2005). Ini disebabkan oleh besaran kenaikan yang cukup tinggi,
dimana cakupan komoditi BBM bersubsidi meliputi premium, solar dan minyak
tanah, serta bobot komponen inflasi.
Bank
Indonesia juga mencatat bahwa second round effect lebih tinggi
daripada first round effect. Pada waktu itu, first
round effect untuk tiap kenaikan 10 persen pada premium, solar, dan
minyak tanah sebesar 0,37 persen, sedangkan dampak lanjutannya (second
round) untuk tiap kenaikan 10 persen mencapai 0,41 persen, sehingga
total dampak untuk tiap 10 persen kenaikan harga BBM mencapai 0,78 persen.
Dari tabel
berikut ini dapat terlihat laju inflasi bulan Januari – Juni 2013 saat ini telah
mencapai 3,35 persen, dimana inflasi bulan Juni 2013 sebesar 1,03 persen.
Inflasi Juni 2013 di atas 1 persen merupakan inflasi tertinggi bulan Juni dalam
5 tahun terakhir (Inflasi Juni 2009 – 2010 selalu di bawah 1 persen).
Perhitungan BPS menunjukkan bahwa inflasi Juni 2013 lebih banyak dipicu oleh
kenaikan harga pasca kenaikan harga BBM pada 22 Juni 2013.
Dengan
serangkaian langkah-langkah pengamanan pasokan bahan makanan, pengelolaan administered
price, dan antisipasi terhadap gejolak situasi eksternal melalui
bauran kebijakan fiskal dan moneter, serta pengendalian konsumsi BBM
bersubsidi, diharapkan realisasi inflasi 2013 dapat berada pada kisaran yang
ditetapkan dalam APBN-P 2013. Diharapkan memasuki tahun 2014 inflasi yang
meninggi sebagai dampak kenaikan BBM ini mulai menunjukkan kestabilan.
Perekonomian Indonesia yang stabil kembali, yang tumbuh, berkembang dan membawa
kesejahteraan bersama.
Proyeksi 2014-2015
Proyeksi
Pertumbuhan Market Size Sektor Ekonomi (1)
|
|
Lapangan Usaha
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
2015
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
Pertanian,
Peternakan, Kehutanan & Perikanan
|
|
|
|
|
|
|
a. Tanaman
Bahan Makanan
|
20.4%
|
20.6%
|
20.9%
|
21.5%
|
22.1%
|
|
|
b. Tanaman
Perkebunan
|
9.3%
|
10.9%
|
12.5%
|
15.6%
|
18.8%
|
|
|
c. Peternakan
|
26.1%
|
26.3%
|
26.4%
|
26.7%
|
27.0%
|
|
|
d. Kehutanan
|
13.5%
|
14.6%
|
15.7%
|
17.9%
|
20.0%
|
|
|
e. Perikanan
|
29.6%
|
29.7%
|
29.8%
|
29.9%
|
30.0%
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Pertambangan
& Penggalian
|
|
|
|
|
|
|
a. Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi
|
1.0%
|
1.0%
|
1.0%
|
1.0%
|
1.0%
|
|
|
b. Pertambangan
Bukan Migas
|
31.7%
|
32.5%
|
33.2%
|
34.7%
|
36.2%
|
|
|
c. Penggalian
|
33.5%
|
33.7%
|
34.0%
|
34.5%
|
35.0%
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3. Industri
Pengolahan
|
|
|
|
|
|
|
|
a. Industri
Migas
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1). Pengilangan
Miyak Bumi
|
1.0%
|
1.0%
|
1.0%
|
1.0%
|
1.0%
|
|
|
2). Gas Alam
Cair (LNG)
|
1.0%
|
1.0%
|
1.0%
|
1.0%
|
1.0%
|
|
b. Industri
Bukan Migas
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1). Industri
Makanan, Minuman dan Tembakau
|
22.6%
|
23.1%
|
23.7%
|
24.8%
|
25.9%
|
|
|
2). Industri
Tekstil, Barang dari Kulit dan Alas Kaki
|
11.5%
|
11.7%
|
11.9%
|
12.2%
|
12.6%
|
|
|
3). Industri
Kayu dan Produk Lainnya
|
13.3%
|
15.2%
|
17.1%
|
20.9%
|
24.8%
|
|
|
4). Industri
Produk Kertas dan Percetakan
|
17.8%
|
17.8%
|
17.9%
|
17.9%
|
18.0%
|
|
|
5). Industri
Produk Pupuk, Kimia dan Karet
|
10.1%
|
12.4%
|
14.8%
|
19.4%
|
24.0%
|
|
|
6). Industri
Produk Semen dan Penggalian Bukan Logam
|
10.6%
|
11.8%
|
13.0%
|
15.4%
|
17.7%
|
|
|
7). Industri
Logam Dasar Besi dan Baja
|
1.0%
|
1.0%
|
1.0%
|
1.0%
|
1.0%
|
|
|
8). Industri Peralatan, Mesin dan PerlengkapanTransportasi
|
9.5%
|
11.8%
|
14.1%
|
18.8%
|
23.4%
|
|
|
9). Produk
Industri Pengolahan Lainnya
|
9.8%
|
11.0%
|
12.1%
|
14.4%
|
16.7%
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4. Listrik, Gas
& Air Bersih
|
|
|
|
|
|
|
|
a. Listrik
|
9.4%
|
9.6%
|
9.8%
|
10.1%
|
10.5%
|
|
|
b. Gas
|
33.4%
|
33.7%
|
34.0%
|
34.5%
|
35.0%
|
|
|
c. Air Bersih
|
9.3%
|
9.9%
|
10.4%
|
11.6%
|
12.8%
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5. Konstruksi
|
32.9%
|
33.3%
|
33.6%
|
34.3%
|
35.0%
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6. Perdagangan,
Hotel & Restoran
|
|
|
|
|
|
|
|
a. Perdagangan
Besar dan Eceran
|
10.2%
|
11.5%
|
12.8%
|
15.5%
|
18.1%
|
|
|
b. Hotel
|
7.9%
|
8.4%
|
8.9%
|
9.8%
|
10.8%
|
|
|
c. Restoran
|
13.9%
|
14.2%
|
14.4%
|
15.0%
|
15.5%
|
Sumber: Proyeksi
LM-FEUI (2011)
Pengaruh Pasar Uang dan Pasar
Sektor rill terhadap Pasar Tenaga Kerja
Dewasa ini, semua negara terjadi pasang surut di
bidang perekonomian. Padahal, perekonomian itu sendiri adalah tonggak
keberhasilan suatu bangsa dalam segi kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya.
Perekonomian itu sendiri ditopang dari beberapa sektor pasar, yaitu pasar uang,
pasar sektor riil, pasar tenaga kerja, dan pasar modal. Jika perekonomian
tersebut berhasil memajukan berbagai sektor pasar tersebut, maka negara
tersebut akan menjadi negara dengan perekonomian maju.
Pada kesempatan kali ini, kami
akan menganalisa pengaruh pasar uang dan pasar sektor rill terhadap pasar
tenaga kerja. Pasar tenaga kerja, tidak dapat dilepaskan dari suatu
perekonomian indonesia. Menurut Ignatia Rohana
Sitanggang dan Nachrowi Djalal Nachrowi 2004, Bertambahnya
jumlah penduduk secara absolut tentunya, akan berdampak pada jumlah angkatan
kerja di Indonesia. Pasar
tenaga kerja yang salah satunya berisi jumlah angkatan kerja menjadi sangat
penting ditinjau ketika suatu perekonomian mempunyai kebutuhan pemintaan output
(barang & jasa) yang massive. Permintaan akan output yang besar,
menyebabkan permintaan tenaga kerja meningkat, sehingga upah tenaga kerja pun
menjadi naik seiring dengan meningkatnya inflasi (Pasar Uang) serta meningkatnya
permintaan barang (Pasar Sektor rill).
Berikut contoh daftar UMP/UMR di DKI Jakarta kurun
waktu 2000-2012
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan yang cukup signifikan terhadap UMR/UMP yang terjadi
di indonesia. Peningkatan tersebut berkisar 15% – 16% dihitung dari rata-rata
kenaikan tingkat UMR.
Berbicara tentang kenaikan UMR di
indonesia tahun 2000-2013 tidak lepas dari pengaruh pasar uang, yaitu inflasi
& tingkat suku bunga yang ditentukan BI, serta pengaruh sektor rill, yaitu
permintaan output yang ada di masyarakat. Berikut grafik data inflasi yang akan
mempengaruhi sektor rill dan berdampak juga pada tenaga kerja :
Inflasi akan berpengaruh pada
sektor riil yang dampaknya akan dirasakan jika inflasi mengalami kenaikan atau
inflasinya mengalami penurunan. Jika inflasinya mengalami kenaikan, menyebabkan
harga barang menjadi naik, serta BBM (Bahan Bakar Minyak) juga akan naik,
sehingga menyebabkan permintaan terhadap suatu barang akan menurun. Karena
permintaan terhadap suatu barang menurun, menyebabkan penawaran dan penjualan
akan barang tersebut menjadi menurun. Hal tersebut juga akan mendorong harga
turun yang berdampak negatif pada laba perusahaan. Dampak negatif pada laba
perusahaan inilah yang akan mempengaruhi upah atau gaji karyawan serta lamanya
waktu bekerja. Jika inflasi berdampak negatif terhadap laba perusahaan, maka
upah dan gaji yang diterima karyawan akan menurun dan waktu mereka untuk
bekerja makin sedikit karena sedikitnya permintaan untuk berproduksi. Akan terjadi kondisi
sebaliknya jika inflasi mengalami penurunan. Inilah yang dimaksud pengaruh
pasar uang dan pasar sektor rill terhadap pasar tenaga kerja.
Berikut alur yang terjadi untuk memperjelas
pernyataan :
Kondisi 1 : Infasi ↑ maka BI rate ↓ mendorong harga
menjadi ↑ sehingga menyebabkan
permintaan akan barang menjadi ↓. Laba perusahaan ↓ berakibat pada upah/ gaji
karyawan ↓ serta lamanya waktu bekerja kayawan ↓ untuk menghasilkan produksi
Kondisi 2 : Infasi ↓ maka BI rate ↑ mendorong harga
menjadi ↓ sehingga menyebabkan permintaan akan barang menjadi ↑. Laba perusahaan
↑ berakibat pada upah/ gaji karyawan ↑ serta lamanya waktu bekerja kayawan ↑
untuk menghasilkan produk
Proyeksi
Pertumbuhan Market Size Sektor Ekonomi (2)
|
|
Lapangan Usaha
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
2015
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7.
|
Pengangkutan
dan Komunikasi
|
|
|
|
|
|
|
a. Pengangkutan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1). Angkutan
Rel
|
1.0%
|
5.0%
|
8.9%
|
13.4%
|
17.9%
|
|
|
2). Angkutan
Jalan Raya
|
7.3%
|
9.5%
|
11.6%
|
15.9%
|
20.2%
|
|
|
3). Angkutan
Laut
|
1.0%
|
3.5%
|
6.1%
|
9.1%
|
12.2%
|
|
|
4). Angkutan Sungai, Danau & Penyeberangan
|
12.3%
|
12.7%
|
13.0%
|
13.8%
|
14.6%
|
|
|
5). Angkutan
Udara
|
23.7%
|
23.9%
|
24.2%
|
24.6%
|
25.0%
|
|
|
6). Jasa
Penunjang Angkutan
|
11.3%
|
11.7%
|
12.1%
|
12.8%
|
13.6%
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
b. Komunikasi
|
23.5%
|
24.6%
|
25.8%
|
28.1%
|
30.4%
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8. Keuangan,
Real Estate & Jasa Perusahaan
|
|
|
|
|
|
|
|
a. Bank
|
7.5%
|
8.5%
|
9.6%
|
11.8%
|
14.0%
|
|
|
b. Lembaga
Keuangan Tanpa Bank
|
17.4%
|
18.7%
|
20.0%
|
22.5%
|
25.0%
|
|
|
c. Jasa
Penunjang Keuangan
|
16.9%
|
17.8%
|
18.7%
|
20.5%
|
22.3%
|
|
|
d. Real Estat
|
11.9%
|
12.9%
|
13.8%
|
15.7%
|
17.6%
|
|
|
e. Jasa
Perusahaan
|
15.7%
|
16.4%
|
17.2%
|
18.6%
|
20.0%
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
9. Jasa-jasa
|
|
|
|
|
|
|
|
a. Pemerintahan
Umum
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1). Administrasi Pemerintahan dan Pertahanan
|
23.8%
|
23.8%
|
23.9%
|
23.9%
|
24.0%
|
|
|
2). Jasa
Pemerintahan Lainnya
|
23.8%
|
23.8%
|
23.8%
|
23.9%
|
24.0%
|
|
b. Swasta
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1). Jasa Sosial
Kemasyarakatan
|
17.5%
|
18.1%
|
18.7%
|
19.8%
|
21.0%
|
|
|
2). Jasa
Hiburan dan Rekreasi
|
14.3%
|
14.4%
|
14.5%
|
14.8%
|
15.0%
|
|
|
3). Jasa
Perorangan dan Rumah tangga
|
13.2%
|
13.7%
|
14.2%
|
15.1%
|
16.0%
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Growth Market
Size
|
17.8%
|
19.4%
|
20.8%
|
22.9%
|
24.9%
|
Sumber: Proyeksi
LM-FEUI (2011)
Dalam
memproyeksikan suatu ekonomi di masa mendatang, kita harus mempunyai dasar yang
kuat untuk membuktikan proyeksi tersebut. Proyeksi tahun 2014-2015 akan
mengalami kenaikan dari segi inflasi pada pra pemilu yang menyebabkan
mungkinnya terjadi kenaikan atau penurunan BI rate. Berdasarkan tabel hasil penelitian Biro Riset
LMFEUI diatas, market size beberapa sektor diestimasi menunjukkan
pertumbuhan tinggi, atau di atas 20 %, seperti komunikasi dan jasa non-bank.
Pertumbuhan market size diperkirakan akan meningkat dari 17,8% (2011) menjadi
24,9 % (2015).
Dari
tabel tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa proyeksi pasar produksi pada
tahun 2014 dan 2015 akan mengalami kenaikkan. Menurut Economist Group Research DBS Bank Ltd Gundy Cahyadi, pertumbuhan
konsumsi akan meningkat prapemilu. Pada sektor tenaga kerja, jumlah
angkatan kerja yang terserap akan makin banyak, dan seiring dengan itu pasti
akan terjadi peningkatan UMR. Namun, jika buruh meminta peningkatan UMR yang
terlalu besar dari kemampuan perusahaan dalam membayar gaji mereka, maka akan
terjadi pemindahaan investasi ke luar negeri yang mempunyai buruh dengan UMP
rendah, ditambah lagi pada tahun 2015, akan diselenggarakan MEA (Masyarakat
Ekonomi Asia) yang akan berakibat menurunnya jumlah tenaga kerja yang akan
terserap.
Daftar Pustaka
0 komentar:
Posting Komentar