Tarif Baru, PT KAI Belum Hitung Untung-Rugi


Rabu, 03 April 2013 | 12:06 WIB




TEMPO.CO, Jakarta - PT Kereta Api Indonesia (KAI) menyatakan belum memikirkan keuntungan atau kerugian dari sistem tarif baru kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek yang akan mulai diterapkan Juni mendatang. "Bukan untung atau rugi, yang penting tertib dulu," kata Kepala Humas KAI, Mateta Rijalulhaq, saat dihubungi Tempo, Rabu, 3 April 2013.
Ia menjelaskan, KAI dan PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) sedang menghitung tarif yang akan diberlakukan. Namun, kata Mateta, tarif baru tersebut nanti akan lebih adil bagi penumpang. Ia menuturkan, penumpang rute perjalanan dekat akan membayar lebih murah ketimbang mereka yang menempuh perjalanan jauh dengan KRL. "Kalau sekarang kan jauh-dekat bayarnya sama saja," ucapnya.
Mateta menambahkan, keuntungan atau kerugian penerapan tarif baru tersebut tentu baru bisa terlihat saat e-ticketing diberlakukan. KAI dan KCJ nantinya akan menghitung pendapatan berdasarkan penggunaan e-ticketing.
Sebelumnya, KAI menyatakan akan menerapkan harga tiket KRL Jabodetabek berdasarkan sektor atau jarak. "Nanti dihitung per sektor, diatur per tiga stasiun," kata Direktur Utama KAI, Ignasius Jonan.Jonan menjelaskan, selama ini penumpang KRL untuk rute Bogor-Pasar Minggu harus membayar Rp 9.000. Kelak, kata Jonan, penumpang rute tersebut tidak perlu membayar hingga Rp 9.000. Ia mengungkapkan, saat ini KAI dan PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) sedang menyiapkan e-gate serta e-ticket untuk KRL Jabodetabek.
KAI menargetkan pemasangan e-gate, yang dimulai pada pertengahan bulan ini, akan rampung pada Mei di 61 stasiun. Sebagai simulasi, besaran tarif dilakukan dengan penghitungan tarif minimal. Penumpang dikenakan tarif Rp 3.000 untuk lima stasiun pertama dari stasiun keberangkatan. Selanjutnya, tarif dihitung per tiga stasiun sebesar Rp 1.000.
Mekanisme itu, menurut KAI, dilakukan untuk mempermudah penumpang dalam menghitung biaya yang harus dibayarkan. Namun, Jonan mengatakan, sampai saat ini harga pasti tiket yang akan diterapkan belum diputuskan. "Pokoknya nanti tiket yang dibayar penumpang itu fair dengan jaraknya," ucap Jonan.
Demikian pula penumpang KRL rute Serpong-Tanah Abang yang saat ini harus membayar Rp 8.000. "Nanti, kalau penumpang yang naik dari Serpong tapi tidak sampai Tanah Abang, ya tidak harus bayar Rp 8.000," kata Jonan. Ia berharap, dengan kebijakan tersebut, masyarakat terdorong untuk menggunakan KRL, terutama pada jam-jam yang tidak sibuk. Dengan demikian, beban jalan raya bisa berkurang.

#

            Saya setuju dengan system seperti ini karena penghitungan tariff penumpang berdasarkan  jarak tempuh atau berdasarkan stasiun tujuan. Jika dibandingkan dengan yang sedang berjalan saat ini yaitu dengan satu tariff baik dekat maupun jauh, maka rancangan system ini akan lebih efektiv. Akan tetapi jika tidak ditunjang dengan kesiapan sarana dan prasarana seperti e-ticket, system ini akan berantakan karena perhitungan jumlah tariff berdasarkan jarak tempuh dari penumpang. Selain itu perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat supaya pada saat calon penumpang dating ke stasiun tidak kebingungan.
            PT KAI dan KCJ sebaiknya juga berkordinasi dengan pemerintah dalam hal ini kementrian perhubungan mengenai penentuan tariff dan mekanisme pembentukan tarifnya karena akan berhubungan dengan subsidi yang akan diberikan. Apabila subsidi ditiadakan maka akan percuma diberlakukannya system ini. Karena mayoritas pengguna kereta ini adalah para karyawan dan masyarakat golongan menengah kebawah.
           

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar