Kebijakan Bank Ekspansif, Moderat, Konservatif dan Proses Konglomerasi

Setiap bank memiliki kebijakan tersendiri untuk menentukan arah tujuan yang ingin dituju. Banyak tolak ukur yang dapat dijadikan oleh bank untuk mempertimbangkan kebijakannya. Pada pembahasan kali ini, saya akan membahas dua tolak ukur yang biasa dijadikan tolak ukur oleh bank untuk menentukan kebijakan ekonomi bank. Baik dalam bentuk konservatif, moderat, ataupun ekspansif.
Untuk mencapai kebijkan ekspansif, salah satu tolak ukur untuk menentukan kebijakannya adalah melalui Loan to Debt Ratio (LDR). Untuk berada pada posisi kebijakan ekspansif, bank harus memiliki LDR pada posisi 110%. Hal ini merupakan prosentase penyaluran kredit yang dilakukan oleh bank tersebut. Adanya kondisi LDR yang sebesar 110% seperti disebut sebelumnya, tentunya bank harus menaikkan rasio keukupan modal atau Capital Addecuacy Ratio (CAR). Karena berdasarkan kebijakan dari pemerintah yang kita ketauhi, minimal kepemilikan modal sendiri untuk setiap bank adalah 20% dari modal keseluruhan. Oleh karena itu, dengan adanya LDR yang dinaikkan maka akan menimbulkan efek yang harus menaikkan modal juga.
Efek dari penyaluran kredit yang tinggi, tentunya akan berdampak positif terhadap penerimaan dari bank tersebut. Dari penyaluran kredit itu, Interest Spread Income tentu akan naik juga. Karena seperti dijelaskan pada pembahasan sebelumya, i1 lebih kecil dari pada i2 (i2 – i1). Selain itu, bank juga memperoleh pendapatan dari Fee Based Income yang berasal dari penyaluran jasa dari bank berupa jasa kliring, valas, transfer, L/C & B/G, dsb. Dana tersebut merupakan perolehan dari pihak ketiga (DPK) yang berasal dari jasa yang diberikan bank.

Interest Spread Income dan Fee Based Income tentunya akan meningkatkan Revenue/pendapatan dari sisi bank. Sebagai penjelas, berikut ilustrasinya.

Seperti terlihat pada gambar di atas, untuk meningkatkan profit bank dapat dilakukan dengan dua metode. Pertama melalui optimalisasi penerimaan (revenue) dan yang kedua melalui Efisiensi (menurunkan Cost). Agar sisi Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat dan tentunya akan menaikkan pendapatan bagi bank, bank memberikan fasilitas dan kemudahan seperti integrasi databased dan berbagai kemudahan lainnya dalam bentuk teknologi informasi.
Pada metode kedua (menurunkan Cost), dilakukan melalui koreksi kegiatan operasional bank tersebut. Sebagai contoh: penerapatan IT pada bank dan meningkatkan Human Resources. Peningkatan Human Resources melalui efisiensinya dianggap sebagai Human Capital bagi sutau entitas yaitu bank. Peningkatan tersebut dapat dilakukan dengan melalui sertifikasi, capable yang tinggi, dan pekerja dapat melakukan berbagai tugas dengan bersamaan (multi tasking).
Sebagai contoh, penerapan Human Resources dengan menggunakan IT pada bank salah satunya yaitu penerapan Automatic Teller Machine (ATM). Dengan penerapan ATM diharapkan akan menekan biaya operasional dengan pengurangan pekerja akan tetapi dapat meningkatkan efisiensi dalam transaksi. Dengan demikian Fee Based Income akan lebih optimal bagi bank. Akan tetapi, penerapan IT dalam Bank tentu bukan investasi dengan biaya yang murah. Seperti dijelaskan dalam teori Productivity Paradoks, IT dapat bermanfaat bila diterapkan pada industry pelayanan masyarakat yang besar. Tentu hal tersebut dengan pertimbangan biaya investasi yang tinggi. Sebagai contoh penerapan hukum The Law of The Large Number, 1000 orang yang menabung dengan @ Rp 10.000 dibanding dengan 1 orang menabung dengan Rp 10.000.000 akan menghasilkan saldo yang sama yaitu pada angka Rp 10.000.000. Tentu ini akan meminimalkan risiko (Risk Minimize).
Dari keseluruhan penjelasan di atas merupakan konsentrasi penjelasan dilihat dari sisi Optimalisasi Operasional Bank atau dengan kata lain dilihat dari berbagai rasio BOPO.
Tolak ukur yang kedua dalam menentukan kebijakan bank adalah melalui kondisi Likuiditas bank yang bersangkutan. Berbicara mengenai likuiditas bank tentu tidak dapat dipisahkan dengan Legal Reserve Requirement (LRR).


Untuk mengatur antara Hight dan Low seperti pada gambar di atas, BI sebagai regulator mempunyai suatu alat yaitu Risk Management. Ini digunakan oleh BI untuk mengontrol Bank Umum yang mempunyai LRR pada BI.
Keberadaan Excess Reserve yang ditempatkan pada BI oleh bank umum tentu ada kelebihan dan kekurangannya. Kelebihannya adalah ketika suatu saat bank yang bersangkutan kalah kliring dan harus menyediakan dana dalam jumlah yang besar, bank tersebut tidak perlu melakukan Call Money untuk menutupnya. Karena secara tidak langsung, bank tersbut sudah mempunyai dana lebih yang ditempatkan dalam Bank Indonesia. Kekuranganya adalah bank tersebut menghilangkan kemungkinan investasi atau usaha yang dapat didanai dengan uang excess reserve yang ditempatkan di BI. Pada bagian Unloanable Fund dapat dikatakan save liquidity shock karena seperti dijelaskan sebelumnya. Sedangkan pada Loanable Fund lebih berisiko  karena banyak yang tersalur dalam bentuk kredit.

Berikut ilustrasi Konglomerasi.



            

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Perbankan dan Kliring Sebagai Sarana Pembayaran Giral

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perkembangan perekonomian di era globalisasi yang berbasis perdagangan bebas, sekarang ini telah mengarah pada tingkat persaingan usaha yang semakin kompetitif. Dengan demikian, hal ini berdampak pada adanya globalisasi perekonomian baik dalam skala mikro maupun makro ekonomi. Hal ini menyebabkan orang menginginkan segala sesuatunya bersifat efisien dan aman khususnya dalam lalu lintas pembayaran.
Dengan perkembangan perekonomian global seperti dijelaskan di atas, tentu diperlukan adanya peningkatan kemampuan yang menyangkut daya saing dan kreatifitas dari setiap jenis usahanya. Pada dasarnya tingkat persaingan usaha menuntut akan kemudahan dan kecepatan yang didapatkan dari produk (jasa) yang dihasilkan guna memenuhi kebutuhan masyarakat konsumtif, termasuk dalam pemenuhan kebutuhan pembayaran. Peningkatan mobilitas keuangan yang dilakukan masyarakat melalui lembaga keuangan, tentu ber slope positif dengan peningkatan kebutuhan pembayaran. Dengan demikian, diharapkan orang dalam memenuhi kebutuhan pembayarannya tidak perlu lagi menggunakan alat pembayaran yang berupa uang tunai melainkan dengan cara menerbitkan surat berharga (warkat) sebagai alat pembayaran tidak langsung guna melaksanakan aktivitas pembayaran maupun penagihan melalui perantara bank.
Menurut Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 Bab I Pasal 1 yang diperbaharui dalam UU No. 10 Tahun 1998, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dengan demikian bank menjadi sumber potensi penggerak laju perekonomian baik dalam negeri maupun secara global.
Bank sebagai financial intermediary melakukan aktivitas operasioal sebagai tempat menyimpan atau berinvestasi, memberikan berbagai layanan dan jasa transaksi keuangan dalam memperlancar lalu lintas serta aktivitas system pembayaran guna mencapai tujuan utama bank untuk memperoleh keuntungan finansial yang didapat dari Spreed Based dan Fee Based. Tentunya hal itu merupakan sisi lain tujuan utama bank untuk memberikan kepuasan layanan terhadap nasabah.
Dalam system pembayaran tidak dapat dipisahkan antara lau lintas pembayaran, baik pembayaran tunai maupun pembayaran elektronik yang bersifat non tunai. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan dan bersifat saling menunjang. Dengan adanya system pembayaran yang terstruktur tentu akan menunjang kelancaran dan keberhasilan dalam lalu lintas pembayaran (LLP).
Hal ini secara langsung juga akan memberikan dampak positif pada kemajuan dan perkembangan system keuangan pada perbankan. Begitu juga sebaliknya, kegagalan system pembayaran akan mengakibatkan resiko internal dan resiko eksternal yang berupa adanya ketidakstabilan perekonomian negeri. Oleh karena itu, diperlukan adanya penentuan dan pelaksanaan system pembayaran yang aman dan lancar agar dapat memberikan berbagai kemudahan dalam memperlancar arus lalu lintas pembayaran (LLP).

Lalu lintas pembayaran (LLP) adalah proses penyelesaian pembayaran transaksi komersial atau financial dari pembayar kepada penerimanya. Sedangkan lalu lintas pembayaran giral dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan pembayaran dengan warkat atau nota kliring yang dilakukan dengan cara saling memperhitungkan antar bank, baik atas beban maupun untuk keuntungan nasabah. Dalam Lalu lintas pembayaran, suatu pembayaran dapat dilakukan secara langsung (tradisional) maupun secara tidak langsung (modern). Pembayaran langsung adalah pembayaran yang dilakukan pada umumnya yakni dengan menggunakan uang kartal. Sedangkan pembayaran tidak langsung (modern) dilaksanakan dengan menggunakan alat pembayaran yang berupa uang giral yang berbasis pada warkat (cek, bilyet giro). Pelaksanaan pembayaran tidak langsung (modern) pada hakekatnya dilakukan oleh bank melalui jasa – jasa transaksi pembayaran yang disediakan pihak bank. Dengan memanfaatkan jasa pembayaran yang disediakan oleh bank, maka pembayaran akan lebih efektif dan efisien karena akan lebih menghemat tenaga dan biaya dengan hasil yang optimal. Hal ini tentu saja dapat menyelesaikan pembayaran secara lebih mudah, praktis, ekonomis dan aman. Jasa pembayaran oleh bank tersebut direalisasikan dengan adanya jasa kliring.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi, Jenis, dan Fungsi Bank
1.      Definisi Bank
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Menurut Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 Bab I Pasal 1 yang diperbaharui dalam UU No. 10 Tahun 1998, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyrakat. Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

2.      Jenis-Jenis Bank
Sebelum diberlakukakannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, bank dapat digolongkan berdasarkan jenis kegiatan usahanya, seperti bank tabungan, bank pembangunan, dan bank ekspor impor. Setelah undang-undang tersebut berlaku, jenis bank yang diakui secara resmi hanya terdiri atas dua jenis, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Apabila hingga saat ini masih terdapat bank dengan nama depan bank pembangunan atau bank tabungan dan lain-lain, maka istilah tersebut hanyalah sekadar nama dan bukan menunjukkan kelompok bank tersebut. Dijelaskan lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 ayat 2 pasal 5 bahwa “Bank umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar terhadap kegiatan tertentu” sehingga meskipun jenisnya dibatasi hanya bank umm dan BPR, bank umum dapat saja berspesialisasi pada bidang ataupun jenis kegiatan tertentu tanpa harus menjadi suatu kelompok tertentu. Penyederhanaan jenis bank ini diharapkan dapat memudahkan bank dalam memilih kegiatan-kegiatan perbankan yang paling sesuai dengan karakter masing-masing tanpa harus direpotkan dengan perizinan tambahan.
a)      Bank Umum
Bank umum didefinisikan oleh Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 sebagai bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu-lintas pembayaran. Kegiatan-kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh bank umum secara lengkap adalah:
-          Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
-          Memberikan kredit
-          Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri maupyn untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:
·         Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan yang dimaksud
·         Surat pengakuan utag dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat yang dimaksud
·         Sertifikat bank Indonesia
·         Obligasi
·         Dll
-          Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah (transfer)
-          Dll
b)      Bank Perkrediran Ralyat
Bank perkreditan rakyat didefinisikan oleh Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 sebagai bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lau-lintas pembayaran. Kegiatan-kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Perkreditan Rakyat secara lengkap adalah:
-          Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersembahkan dengan itu.
-          Memberikan kredit
-          Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh bank Indonesia.
-          Dll
Disamping kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh BPR di atas, terdapat juga kegiatan-kegiatan yang merupakan larangan bagi BPR sebagai berikut:
-          Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran
-          Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing
-          Melakukan penyertaan modal
-          Melakukan usaha perasuransian
-          Melakukan usaha lain diluar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud di atas.
3.      Fungsi Bank
Secara umum, fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau financial intermediary. Secra lebih spesifik bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of development, dan agent of services.
-          Agent of Trust
Dasar utama kegiatan perbankan adlah kepercayaan (trust), baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut, dan pada saat yang telah dijanjikan simpanan tersebut dapat ditarik kembali dari bank.
-          Agent of Development
Kegiatan perekonomian masyarakat di sektor moneter dan di sektor riil tidak dapat dipisahkan.kedua sektor tersebut selalu berinteraksi dan saling memengaruhi. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak akan berkerja dengan baik. Kegiatan bank berupa penghimpunan dan penyaluran dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil.
-          Agent of Services
Disamping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Jasa ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang berharga, pemberian jaminan bank, dan penyelesaian tagihan.
Ketiga fungsi bank di atas diharapkan dapat memberikan gambaran yang menyeluruh dan lengkap mengenai fungsi bank dalam perekonomian, sehingga bank tidak hanya dapat diartikan sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediary institution)
B.     Definisi dan Bentuk-Bentuk Uang Giral
1.      Definisi Uang Giral
Menurut Abdul Kadir Muhammad dan Rilda Murniati dalam Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Kliring sebagai Pengatur Arus Pembayaran Uang Giral, 2007, “uang giral adalah uang yang diterbitkan oleh bank umum berupa surat berharga sebagai ganti uang tunai yang disimpannya (uang tabuungan), seperti cek, bilyet giro, wesel bank, kartu kredit. Uang giral digunakan dan berlaku dikalangan masyarakat tertentu seperti pengusaha, nasabah bank, ditulis sesuai dengan kebutuhan dan nominal yang tidak terbatas, dijamin oleh bank yang menerbitkannya, kepastian pembayaran bergantung pada lembaga keuangan yang menerbitkannya”.
Uang giral merupakan simpanan uang pada suatu bank yang dapat diambil setiap waktu dengan menulis cek yang merupakan perintah oleh pemilik simpanan giro tersebut kepada bank untuk membayar kepadanya atau kepada orang/pihak lain yang ditujukan dan dituliskan pada cek tersebut (Wulan Anggraeni Zega, 2007).

2.      Bentuk-Bentuk Uang Giral
Seperti dijelaskan dalam latar belakang paper ini, perekonomian yang telah berkembang pesat secara global menuntut adanya sarana pembayaran yang efisien dan cepat. Untuk pembayaran transaksi yang besar jka dibayar dengan uang kartal kurang praktis dan kurang ekonomis , karena waktu, biaya dan risikonya besar. Untuk memenuhi pembayaran tersebut, diciptakanlah uang giral sebagai pengganti (substitusi ) dari uang kartal. Bentuk uang giral ini antara lain:
-          Cek (cheque)
-          Bilyet Giro
-          Commercial Paper
-          Surat Promes
-          Draft L/C
C.     Pembayaran Uang Giral
1.      Pengertian Kliring
Kliring antar bank adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antarbank baik atas nama bank maupun nasabah yang hasil perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Dalam The new Grolier Webmaster International Dictionary of The English Languag, kliring adalah kegiatan tukar menukar warkat dari bank satu dengan bank lainnya dan menetapkan perbedaan-perbedaannya.
Warkat atau data keuangan elektronik dimaksud merupakan alat pembayaran bukan tunai yang diatur dalam peraturan perundang-undangan atau ketentuan lain yang berlaku yang lazim digunakan dalam transaksi pembayaran. Adapun system kliring antarbank meliputi system kliring domestic dan lintas negara.
2.      Fungsi dan Jenis Kliring
a.       Fungsi Kliring
Kliring merupakan suatu lembaga keuangan yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dalam pembayaran giral guna menyelesaikan rekening para nasabah bank. Hal tersebut mempunyai fungsi sebagai berikut.
-          Peindahbukuan antar bank dalam bentuk cek dan giro, nota debit dan nota kredit serta transfer ntar bank.
-          Mempermudah, mempercepat, ekonomis, praktis, dan aman bagi penyelesaian penagihan atau pembayaran antar nasabah bank.
-          Bank peserta kliring akan mempermudah penarikan nasabah
-          Mempermudah penyelesaian inkaso, perhitungan, pertukaran warkat, dan pelunasan utang-piutang antar bank peserta
b.      Jenis-Jenis Kliring
Disamping mempunyai fungsi yang telah dijelaskan di atas, kliring juga mempunyai beberapa jenis antara lain:
-          Kliring Umum
Yaitu sarana perhitungan warkat antar bank yang pelaksanaannya diatur oleh bank Indonesia
-          Kliring Lokal
Yaitu sarana perhitungan warkat antar bank yang berada dalam suatu wilayah kliring yang telah ditentukan
-          Kliring Antar Cabang
Sarana perhitungan warkat antar kantor suatu bank peserta, biasanya berada dalam suatu kota, melalui pengumpulan seluruh perhitungan dari sutu kantor cabang ke kantor cabang lain yang bersangkutan pada kantor induk.
3.      Bank Peserta Kliring
Bank yang termasuk sebagai peserta kliring adalah bank umum yang berada dalam wilayah kliring tertentu dan tidak dihentikan kepesertaannya dalam kliring oleh bank Indonesia. Sebuah bank dapat dilarang untuk mengikuti kliring karena berbagai alas an. Pada dasarnya alasan tersebut berkenaan dengan pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan bank Indonesia atau ketidakmampuan dalam menyelesaikan kewajiban giralnya.
4.      Mekasnisme Kliring
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, salah satu tugas bank sentral adalah mengatur system kliring antarbank. Oleh karena itu, kliring di Indonesia diakomodasi oleh Bank Indonesia yang tentunya bertugas sebagai Bank Sentral.
Sebagai contoh sederhana, berikut ilustrasinya.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Bank Vs Pasar Modal

          Manusia sebagai makhluk social kodratnya tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain (Homo Socius). Selain itu, manusia di dunia nyata tentunya butuh bertransaksi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Homo Economicus). Secara sederhana, manusia dengan pikiran konservatifnya selalu menginginkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan pengorbanan yang siminimal mungkin. Hal itu berlaku tidak hanya pada manusia secara individu, melainkan juga pada lembaga-lembaga yang ada khususnya lembaga keuangan.
            Berbicara mengenai lembaga keuangan, tentunya tak jauh berbicara mengenai dunia perbankan. Sebelum membahas lebih jauh, sebenarnya apa sih pengertian dari Bank?? Ya, kata bank mungkin tak asing terdengar ditelinga kita. Akan tetapi, untuk lebih tepatnya pengertian dari Bank berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998 adalah lembaga keuangan yang melakukan kegiatan penghimpunan dana, penyaluran dana, dan memberikan jasa bank lainnya. Dengan kata lain, tugas utama dari bank adalah menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana (surplus) dan kemudian menyalurkan kepada pihak yang membutuhkannya (deficit).

            Bank sebagai lembaga keuangan yang menjadi perantara (Financial Intermediary) antara pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana tentunya mempunyai manajemen atas dana yang mereka kelola. Secara sederhana, Bank diibaratkan mempunyai dua tangan. Tangan kanan sebagai sumber dana Bank (Source of Fund), dan tangan kiri sebagai pengoprasian tugas sebagai Bank (Use of Fund). Sebagai ilustrasi, lihat bagan di bawah ini.
        Penerapan dalam kehidupan nyata sebagai ilustrasi kita ibaratkan Si Lebih sebagai pihak yang kelebihan dana dan Si Kurang sebagai pihak yang kekurangan dana. Si Lebih merupakan pihak yang kelebihan dana, hal tersebut karena Si Lebih telah melewati tahap dari motif memegang uang untuk bertransaksi (konsumsi) dan berjaga-jaga. Selanjutnya yaitu motif untuk penghimpun kekayaan. Seperti dijelaskan sebelumnya, manusia secara umum masih berpikiran konservatif yang menginginkan keuntungan lebih dengan mengorbankan sedikit mungkin. Oleh karena itu, manusia ingin selalu berada pada posisi yang nyaman, makmur, dan kaya. Untuk itu, dengan dana yang mereka punya  melakukan kegiatan investasi dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dan tentunya menambah dana yang mereka miliki. Salah satu caranya yaitu dengan menyimpan dana di Bank. Banyak pertimbangan yang Si Lebih pikirkan untuk menyimpan dananya di Bank. Sebagai contoh karena faktor adanya bunga (interest), faktor risiko (Risk), dan investasi.
            Dilihat dari sisi Bank, yaitu sebagai Financial Intermediary, Bank sebagai perantara antara Si lebih dan Si Kurang agar tidak ada atau menghindari “Double Coincidence”. Yaitu konsep antara Kepercayaan (Trust) dan Kebutuhan akan dana. Bank menghimpun dana dari Si Lebih dan kemudian menyalurkannya kepada Si Kurang salah satunya dalam bentuk kredit. Sebagai badan usaha, tentunya bank juga menginginkan keuntungan semaksimal mungkin. Jika dilihat dari sisi tangan kanan, bank menginginkan pemberian bunga yang serendah mungkin dan dari sisi tangan kiri, bank menginginkan bunga kredit yang setinggi mungkin.
            Sedangkan dilihat dari sisi Si Kurang, Bank merupakan lembaga keuangan yang dapat diharapkan memberikan dana atau modal yang cukup besar untuk keberlangsungan usahanya. Akan tetapi, mereka juga menginginkan pemberian modal yang besar dan kewajiban atas bunga kredit yang serendah mungkin.
          Apabila ketiga unsur di atas digabungkan dilihat dari sisi bunga bank, maka dapat digambarkan ilustrasi sebagai berikut.
             Dari gambar di atas, Si Lebih menginginkan (i1) yang tinggi akan tetapi Bank menginginkan (i1) yang rendah. Kemudian Si Kurang menginginkan (i2) yang rendah akan tetapi Bank menginginkan (i2) yang tinggi. Dapat disimpulkan bahwa jika dilihat dari sisi Bank, Bank menginginkan Bunga Kredit (i2) > Bunga Debit (i1). Hal ini merupakan interest spread bagi sisi Bank.

             Apabila dari konsep dari ketiga pelaku di atas tidak ada titik temu atau transaksi, maka akan muncul opsi lain dengan skema sebagai berikut.
            Berbeda dengan konsep sebelumnya yang melibatkan lembaga keuangan berupa Bank, konsep yang satu ini masih melibatkan lembaga keuangan akan tetapi berupa Bursa Efek atau Pasar Modal yang berupa Obligasi dan Saham. Pada opsi kedua ini, pihak yang membutuhkan dana atau Si Kurang dapat mengeluarkan obligasi/surat utang kepada para investor yang berminat. Sebagai kompensasinya, Si Kurang harus memberikan kewajiban sejumlah dana lebih kepada investor. Bentuk dana lebih itu dapat berupa bunga atau mengeluarkan obligasi dalam posisi diskonto.
Bunga obligasi yang ada biasanya lebih tinggi dibanding bunga bank, tentunya ketentuan itu bedasarkan perjanjian antara investor dan entitas yang bersangkutan. Hal ini salah satu sebabnya karena faktor risiko yang lebih tinggi apabila investasi pada suatu efek. Dengan kata lain (i3) > (i1) dan (i3) < (i2), maka terbentuk (i2) > (i3) > (i1).
Selanjutnya pada konsep yang kedua ini dapat menggunakan opsi melalui pasar modal dengan efek saham. Saham merupakan bukti kepemilikan suatu entitas atas modal yang disetorkan pada entitas tersebut. Biasanya suatu entitas yag ingin meningkatkan modalnya dengan cara mengeluarkan saham. Saham yang dikeluarkan dapat berupa saham biasa ataupun saham preferen.
Pihak yang kelebihan dana atau Si lebih yang juga disebut sebagai investor dapat menempatkan dananya melalui saham. Berdasarkan tujuannya, pihak yang memperjualbelikan saham di bursa efek terbagi menjadi dua, yaitu trader dan investor. Trader merupakan orang yang kelebihan dana dengan cara memperjualbelikan saham di pasar modal dengan tujuan mendapatkan selisih harga antara harga beli dan harga jual (Capital Gain). Biasanya trader melakukan aktifitas di bursa efek secara singkat (Short Selling). Sebagai contoh, Tuan Maurer membeli saham dengan kode XYZL tidak lama setelah bursa dibuka, yaitu pukul 09.30 dengan harga Rp 57.000/lembar. Ketika pukul 14.00, berdasarkan analisis sebelumnya yang menunnjukkan kemungkinan harga tertinggi saham tersebut berada pada level Rp 57.900/lembar, maka Tuan Maurer segera menjual saham yang dimiliki. Dengan demikian Tuan Maurer mendapatkan Capital Gain sebesar Rp 900/lembar.
Sedangkan pihak yang kelebihan dana yang menempatkan dananya dalam bentuk saham dengan tujuan mendapatkan dividen dan ikut terlibat dalam manajemen suatu entitas, akan menempatkan dananya dalam tempo waktu yang lama dengan ekspektasi akan mendapatkan pembagian dividen pada akhir periode. Pembagian dividen biasanya dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut:
Berbeda dengan konsep sebelumnya yang melibatkan lembaga keuangan berupa Bank, konsep yang satu ini masih melibatkan lembaga keuangan akan tetapi berupa Bursa Efek atau Pasar Modal yang berupa Obligasi dan Saham. Pada opsi kedua ini, pihak yang membutuhkan dana atau Si Kurang dapat mengeluarkan obligasi/surat utang kepada para investor yang berminat. Sebagai kompensasinya, Si Kurang harus memberikan kewajiban sejumlah dana lebih kepada investor. Bentuk dana lebih itu dapat berupa bunga atau mengeluarkan obligasi dalam posisi diskonto.
Bunga obligasi yang ada biasanya lebih tinggi dibanding bunga bank, tentunya ketentuan itu bedasarkan perjanjian antara investor dan entitas yang bersangkutan. Hal ini salah satu sebabnya karena faktor risiko yang lebih tinggi apabila investasi pada suatu efek. Dengan kata lain (i3) > (i1) dan (i3) < (i2), maka terbentuk (i2) > (i3) > (i1).
Selanjutnya pada konsep yang kedua ini dapat menggunakan opsi melalui pasar modal dengan efek saham. Saham merupakan bukti kepemilikan suatu entitas atas modal yang disetorkan pada entitas tersebut. Biasanya suatu entitas yag ingin meningkatkan modalnya dengan cara mengeluarkan saham. Saham yang dikeluarkan dapat berupa saham biasa ataupun saham preferen.
Pihak yang kelebihan dana atau Si lebih yang juga disebut sebagai investor dapat menempatkan dananya melalui saham. Berdasarkan tujuannya, pihak yang memperjualbelikan saham di bursa efek terbagi menjadi dua, yaitu trader dan investor. Trader merupakan orang yang kelebihan dana dengan cara memperjualbelikan saham di pasar modal dengan tujuan mendapatkan selisih harga antara harga beli dan harga jual (Capital Gain). Biasanya trader melakukan aktifitas di bursa efek secara singkat (Short Selling). Sebagai contoh, Tuan Maurer membeli saham dengan kode XYZL tidak lama setelah bursa dibuka, yaitu pukul 09.30 dengan harga Rp 57.000/lembar. Ketika pukul 14.00, berdasarkan analisis sebelumnya yang menunnjukkan kemungkinan harga tertinggi saham tersebut berada pada level Rp 57.900/lembar, maka Tuan Maurer segera menjual saham yang dimiliki. Dengan demikian Tuan Maurer mendapatkan Capital Gain sebesar Rp 900/lembar.
Sedangkan pihak yang kelebihan dana yang menempatkan dananya dalam bentuk saham dengan tujuan mendapatkan dividen dan ikut terlibat dalam manajemen suatu entitas, akan menempatkan dananya dalam tempo waktu yang lama dengan ekspektasi akan mendapatkan pembagian dividen pada akhir periode. Pembagian dividen biasanya dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut:

            Dalam dunia bisnis, biasanya tejadi konflik kepentingan antara Owner dengan Management pada suatu entitas. Hal ini biasa disebut sebagai Contingency Theory, Owner menginginkan Retained Earning yang tinggi karena dapat meningkatkan modal dalam perusahaannya dan menurunkan bonus yang dikeluarkan. Disisi lain, Management menginginkan Retained Earning yang sedikit dan meningkatkan bonus yang diberikan kepadanya. 

            Dalam dunia bisnis, biasanya tejadi konflik kepentingan antara Owner dengan Management pada suatu entitas. Hal ini biasa disebut sebagai Contingency Theory, Owner menginginkan Retained Earning yang tinggi karena dapat meningkatkan modal dalam perusahaannya dan menurunkan bonus yang dikeluarkan. Disisi lain, Management menginginkan Retained Earning yang sedikit dan meningkatkan bonus yang diberikan kepadanya. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Jurnal Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance terhadap Kinerja Perbankan Di Indonesia

PENGARUH PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANE
TERHADAP KINERJA PERBANKAN DI INDONESA

Trisna Nugraha Pamungkas
Universitas Gunadarma


ABSTRAKSI

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan Good Corporate Governance pada kinerja perbankan di Indonesia. Maksud dari penerapan GCG adalah untuk mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, serta kewajaran dan kesetaraan. Jenis data yang digunakan adalah data primer yang didapat dari website bank Indonesia dan data sekunder yang diperoleh dari berbagai jurnal yang berhubungan dengan GCG dan kinerja perbankaan. Industry perbankan di Indonesia merupakan salah satu sektor perekonomian yang perkembangannya relative paling dinamis dibandingkan sektor yang lain, dengan sasaran mengerahkan dana masyarakat serta meningkatkan efisiensi dibidang perbankan dan lembaga keuangan. Good Corporate Governance adalah satu pilar dari system ekonomi pasar, itu berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha di suatu negara (DR. Boediono, 2006). Menurut Mas Ackmad Daniri, 2006, GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan.

Kata kunci: Good Corporate Governance, kinerja perbankan, transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, serta kewajaran dan kesetaraan.

ABSTRACT
The purpose of this paper is to determine the effect of the implementation of good corporate governance on bank performance in Indonesia. The purpose of the application of corporate governance is to encourage the achievement of sustainability through the management company based on the principles of transparency, accountability, responsibility, independence, and fairness. The type of data used is primary data obtained from the website of Bank Indonesia and secondary data obtained from various journals relating to corporate governance and banking performance. Indonesia's banking industry is one sector of the economy is relatively the most dynamic development than other sectors, with the goal of public funds and to improve the efficiency of the banking sector and financial institutions. Good corporate governance is a pillar of the market economic system, it is closely related to the confidence of both the companies that implement them and on the business climate in a country (Dr. Boediono, 2006). According to Mas Ackmad Daniri, 2006, GCG is necessary to encourage the creation of a market that is efficient, transparent and consistent with laws and regulations.

Keywords: good corporate governance, banking performance, transparency, accountability, responsibility, independence, and fairness.


PENDAHULUAN
Industry perbankan Indonesia sekarang ini merupakan suatu komposisi ekonomi yang berkembang relative paling dinamis dan besar disbanding dengan industry lain. Entitas perbankan berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang kelebihan dana dan pihak yang membutuhkan dana. Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/17/PBI/2012, kegiatan usaha bank salah satunya adalah trust, yaitu kegiatan usaha bank berupa penitipan dengan pengelolaan. Oleh kaena itu, bank dituntut untuk mengelola dana ersebut secara professional dan terpercaya (agent of trust).

Bank sebagai lembaga keuangan yang sekaligus sebagai financial intermediary, bank bertanggung jawab untuk menyalurkan dana yang mereka peroleh kepada entitas yang membutuhkan guna meningkatkan perekonomian nasional dalam sektor riil (agent of development). Selain itu, bank diharapkan dapat membantu dalam desentralisasi dananya agar tercipta pemerataan pembangunan (agent of equality) guna terciptanya suatu perekonomian yang konkrit dan stabil (agent of stability).(UU Nomor 10 Tahun 1998).

Untuk terciptanya kondisi seperti disebutkan di atas, diperlukan sinergi yang baik antar pihak. Oleh karena itu diperlukan suatu regulasi yang salah satunya adalah Good Corporate Governance (GCG). GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Dalam penerapannya diperlukan dukungan dari tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebgai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha (BAPEPAM:Pedoman GCG Indonesia 2006).

Menurut Bank Dunia, 2004 dalam jurnal Yusriyati Nur Farida, Yuli Prasetyo, dan Eliada Herwiyanti, corporate governance is a blend of law, regulation and appropriate voluntary private sector practices which enable a corporation to attract financial and human capital, perform effectively anf thereby perpetuate itself by generating long term economic value for its share holders and society as awhole. Dalam pedoman GCG Perbankan Indonesia yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance pada bulan januari 2004 disebutkan bahwa GCG mengandung lima prinsip utama, yaitu transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), responsibilitas (responsibility), independensi (independency), serta kewajaran dan kesetaraan (fairness), dan diciptakan untuk melindungi kepentingan semua pihak yang berkepentingan (shareholders).


METODE PENELITIAN

Objek Penelitian
Penelitian ini mencakup dua komponen utama, yaitu Good Corporate Governance dan Kinerja perbankan yang selanjutnya secara lebih luas meliputi earning management, system pengendalian intern, serta tingkat pengembalian dan risiko pembiayaan.

Data Penelitian
Jenis data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari website Bank Indonesia dan data sekunder yang diambil dari berbagai jurnal yang berhubungan dengan penulisan ini.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan Good Corporate Governance  terhadap kinerja perbankan Indonesia.

Rumusan Masalah
Jurnal ini membahas mengenai pengaruh penerapan Good Corporate Governance terhadap kinerja perbankan Indonesia. Secara lebih luas melalui variable terkait perpengaruh terhadap earning management, system pengendalian intern, serta tingkat pengembalian dan risiko pembiayaan.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Menurut Caprio, et al. (2003) dalam jurnal Totok Dewayanto, menyebutkan bahwa tata kelola perusahaan akan mampu mengurangi perampasan sumber daya bank dan mempromosikan efisiensi bank. Ini adalah salah satu fakta mengenai pentingnya tata kelola perusahaan perbankan. Dengan perkembangan zaman sekarang ini yang dituntut untuk cepat dan efisiensi khususnya dunia perbankan, tentunya tata kelola perusahaan merupakan suatu hal yang penting untuk diberlakukakn secara optimal.

Paper The Bassel Committee on Banking Supervision-Federal Reserve dalam jurnal Totok Dewayanto, telah menyoroti fakta bahwa strategi dan teknik yang didasarkan pada prinsip-prinsip OECD, yang merupakan dasar untuk melaksanakan tata kelola perusahaan meliputi:
1.      Nilai-nilai perusahaan, kode etik, dan perilaku lain yang sesuai standard an system yang digunakan untuk memastikan kepatuhan mereka.
2.      Pembentukan mekanisme untuk interaksi dan kerja sama diantara dewan direksi, manajemen senior, dan para auditor.
3.      System pengendalian internal yang kuat, termasuk fungsi-fungsi audit internal dan eksternal, manajemen risiko fungsi independn dari lini bisnis, dan check and balance lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian dari jurnal yang berhubungan dengan Good Corporate Governance dan variable yang disebutkan sebelumnya, diperoleh hasil sebagai berikut:

Dalam jurnal Yusriyati Nur Farida, Yuli Prasetyo, dan Eliada Herwiyanti, penelitiannya menyevutkan bahwa penerapan Good Corporate Governance terhadap tindakan earnings management untuk meningkatkan kinerja perbankan tidak memiliki pengaruh signifikan kecuali pada proksi kepemilikan manajerial. Hasil penelitian membuktikan bahwa ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap earnings management untuk meningkatkan kinerja perbankan. Hasil ini sejalan dengan penelitian Ujiyantho dan Pramuka (2007) dalam jurnal Yusriyati Nur Farida, Yuli Prasetyo, dan Eliada Herwiyanti yang menjelaskan bahwa besar kecilnya dewan komisaris tidak menjadi satu-satunya faktor pengawasan terhadap manajemen.

Komposisi dewan komisaris independen dan komite audit tidak berpengaruh terhadap earnings management untuk meningkatkan kinerja perbankan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Veronica dan Utama (2005) dalam jurnal Yusriyati Nur Farida, Yuli Prasetyo, dan Eliada Herwiyanti, Proporsi komisaris independen yang tinggi keberadaan komite audit terbukti tidak dapat membatasi pengelolaan laba yang dilakukan oleh perbankan. Beberapa pendapat mengatakan bahwa pengangkatan komisaris independen dan komite audit hanya untuk memenuhi regulasi dari Good Corporate Governance (GCG).

Kepemilikan institusional tidak terbukti berpengaruh terhadap kineja perbankan, hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Ujiyantho dan Pramuka (2007) dalam jurnal Yusriyati Nur Farida, Yuli Prasetyo, dan Eliada Herwiyanti yang mengatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negative signifikan terhadap earnings management. Hal ini disebabkan karena sangat sedikit jumlah industry perbankan di Indonesia yang mempunyai kepemilikan institusional dalam struktur modal yang dimilikinya.

Kepemilikan manajerial terbukti berpengaruh terhadap earnings management untuk meningkatkan kinerja perbankan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Ujiyantho dan Pramuka (2007)  dalam jurnal Yusriyati Nur Farida, Yuli Prasetyo, dan Eliada Herwiyanti yang mengatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negative signifikan terhadap earnings management. Ketika manajemen memiliki struktur modal dalam perusahaan maka mereka akan cenderung menunjukkan kondisi keuangan yang sebernarnya, karena selain sebagai pihak manajemen, mereka juga memposisikan diri sebagai pihak stockholder perusahaan.

Pada variable ukuran dewan direksi menunjukkan bahwa tidak ada pengaruhnya terhadap kinerja perbankan. Berdasar pengujian, ukran dewan direksi terbukti menunjukka pengaruh yang positif namum tidak signifikan atas pengaruhnya terhadap kinerja perbankan (Totok Dewayanto, 2010).

CAR merupakan suatu persyaratan cadangan rasio kecukupan modal yang ditetapkan pemerintah sebagai bentuk pemantauan peraturan (reulator) terhadap kinerja perbankan, dari hasil penelitian, menunjukkan bahwa variable CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perbankan (Totok Dewayanto, 2010).

Auditor eksternal (BIG 4) menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja perbankan. Hal ini menunnjukkan bahwa harus adanya suatu pengawasan dan pengendali dari perbankan untuk meningkatkan kinerjanya.


PENUTUP


Untuk menciptakan iklim usaha yang stabil dalam dunia perbankan diperlukannya suatu pedoman yang berlaku secara menyeluruh bagi semua pihak. Oleh karena itu, diterapkanlah Good Corporate Governance. Akan tetapi dalam pelaksanaannya harus melibatkan semua pihak, mulai dari pemerintah sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha.

Dalam pedoman GCG Perbankan Indonesia yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance pada bulan januari 2004 disebutkan bahwa GCG mengandung lima prinsip utama, yaitu transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), responsibilitas (responsibility), independensi (independency), serta kewajaran dan kesetaraan (fairness), dan diciptakan untuk melindungi kepentingan semua pihak yang berkepentingan (shareholders).

Berdasarkan jurnal yang telah saya review yang berhubungan dengan Good Corporate Governance, penerapan GCG ini berpengaruh terhadap kinerja perbankan yang ada di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:
1. Penerapan Good Corporate Governance terhadap tindakan earnings management untuk meningkatkan kinerja perbankan tidak memiliki pengaruh signifikan kecuali pada proksi kepemilikan manajerial.
2.  Komposisi dewan komisaris independen dan komite audit tidak berpengaruh terhadap earnings management untuk meningkatkan kinerja perbankan.
3.      Kepemilikan institusional tidak terbukti berpengaruh terhadap kineja perbankan.
4.     Kepemilikan manajerial terbukti berpengaruh terhadap earnings management untuk meningkatkan kinerja perbankan.
5.  Variable ukuran dewan direksi menunjukkan bahwa tidak ada pengaruhnya terhadap kinerja perbankan.
6.      Variable CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perbankan.

7.  Auditor eksternal (BIG 4) menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja perbankan.


DAFTAR PUSTAKA

Farida, Yusriyati Nur., Yuli Prasetyo dan Eliada Herwiyati. 2010.  Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance terhadap Timbulnya Earnings Management dalam Menilai Kinerja Keuangan pada Perusahaan Perbankan Di Indonesia. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol. 12 No. 2, Agustus 2010 Halaman 69-80.

Dewatanto, Totok. 2010. Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance terhadap Kinerja Perbankan Nasional: Studi pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI perode 2006-2008. Focus Ekonomi Vol. 5 No. 2 Desember 2010:104-123.

Wirna, Darwanis dan Jalaludin. 2012. Pengaruh Sistem Pengendalian Intern terhadap Penerapan Good Corporate Governance (GCG) pada Perbankan di Kota Banda Aceh. Jurnal Akuntansi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala.

Syam, Dhaniel dan Taufik Najda. 2012. Analisis Kualitas Penerapan Good Corporate Governance pada Bank Umum Syariah Di Indonesia Serta Pengaruhnya Terhadap Tingkat Pengembalian dan Risiko Pembiayaan. Jurnal Reviu Akuntansi dan Keuangan ISSN; 2008-0685 Vol. 2 No. 1, April 2012 Pp 195-206

Subhan, SE. MM. 2010. Pengaruh Good Corporate Governance dan Leverage Keuangan terhadap manajemen Laba Perusahaan Perbankan yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI). Universitas Madura






  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS